Entri Populer

Rabu, 11 Mei 2011

KOMPAS.com - Sejak lahir 4,6 miliar tahun lalu, hingga kini 37 persen hidrogen yang menjadi bahan bakar utama Matahari telah terbakar menjadi helium. Diperkirakan 5 miliar tahun lagi, Matahari akan berevolusi menjadi bintang raksasa merah yang radiusnya bisa mencapai 1.000 kali radius Matahari saat ini.
Matahari terbentuk dari gumpalan awan raksasa berisi gas dan partikel atomik yang sangat renggang dengan suhu 3 derajat kelvin (K) atau minus 270 derajat celsius. Awan ini terentang sejauh 480 triliun kilometer (50 tahun cahaya). Sebagai perbandingan, jarak Bumi dan Matahari hanya 8 menit cahaya.
Saat bagian tertentu awan raksasa tersebut terganggu keseimbangannya, bagian itu akan mengalami pemampatan hingga akhirnya runtuh dan membentuk globul (gumpalan awan padat). Pemampatan itu diikuti dengan peningkatan temperatur inti globul yang memungkinkan globul memancarkan radiasi.
Pancaran radiasi ini membuat proses pemampatan materi melambat hingga proses keruntuhan gravitasi dapat dilawan. Globul pun menjadi stabil. Saat inilah jabang bayi Matahari (protosun) terbentuk.
Pada waktu itu, temperatur Matahari sudah mencapai 150.000 K dan memancarkan cahaya merah dari energi gravitasi globul, bukan reaksi nuklir pada intinya. Radiusnya baru sekitar separuh radius Matahari saat ini.
Ketika temperatur inti bayi Matahari mencapai 10 juta K, pembakaran hidrogen menjadi helium pun berlangsung. ”Saat hidrogen mulai terbakar inilah menjadi tanda lahirnya Matahari,” kata dosen evolusi bintang Program Studi Astronomi Institut Teknologi Bandung, Hakim L Malasan.
Inti Matahari
Inti Matahari hanya berukuran 10 persen dari bola Matahari keseluruhan. Temperaturnya kini mencapai 15 juta K. Temperatur inti jauh berbeda dengan temperatur permukaan Matahari yang hanya berkisar 5.500 K-6.000 K.
Pada 5 miliar tahun ke depan, hidrogen di inti Matahari diperkirakan akan habis terbakar menjadi helium. Namun, inti Matahari belum memiliki suhu memadai untuk membakar helium yang membutuhkan suhu 100 juta K.
Tidak adanya energi yang menopang inti membuat inti Matahari menyusut. Namun, penyusutan ini akan meningkatkan suhu inti Matahari. Akibatnya, hidrogen yang ada di selimut inti (lapisan luar) Matahari akan terbakar. Pembakaran hidrogen di selimut inti akan membuat lapisan luar Matahari mengembang hingga radiusnya mencapai 10-100 kali radius semula.
Pada fase ini, Hakim melanjutkan, Matahari berevolusi menjadi bintang raksasa merah. Pengembangan itu berdampak pada turunnya suhu permukaan Matahari yang ditunjukkan dengan warna bintang yang berubah dari kuning keputihan menjadi merah.
Menelan planet sekitar
Mengembangnya Matahari akan menelan Planet Merkurius yang berjarak 58 juta kilometer. Meskipun suhunya turun menjadi 3.500 K, suhu itu masih cukup signifikan untuk memicu kenaikan suhu drastis di Venus dan Bumi.
Pembakaran hidrogen menjadi helium di selimut Matahari akan membuat suhu selimut makin meningkat. Kondisi ini membuat Matahari semakin mengembang hingga radiusnya mencapai 1.000 kali radius semula Matahari.
Pada pengembangan kedua menjadi bintang raksasa merah yang lebih besar ini, Bumi akan tertelan Matahari. Namun, pada saat itu terjadi, sebagian besar isi Bumi sudah akan menguap terlebih dulu.
Selama pengembangan itu, inti Matahari terus menyusut hingga suhunya mencapai 100 juta K. Pada temperatur itu, helium akan terbakar menjadi karbon dan oksigen.
Namun, suhu yang sangat tinggi itu tidak mudah terlepas ke selimut Matahari. Akibatnya, inti menjadi tidak stabil dan dalam waktu singkat menjadi super panas hingga mendorong selimut Matahari makin jauh dengan cepat. Proses dorongan ini berlangsung berulang-ulang hingga bagian luar Matahari seolah-olah menjadi berlapis-lapis.
Pada tahap ini, Matahari mulai memasuki fase sekarat. Karbon di inti Matahari tidak mungkin terbakar karena bintang seukuran Matahari tidak akan mampu menghasilkan panas yang mampu membakar karbon. Namun, suhu ini masih mampu mendorong lepasnya bagian luar Matahari yang terdiri atas hidrogen dan helium dari intinya.
Matahari akan terus mengembang hingga setengah massanya hilang ke angkasa. Pada saat ini, Matahari mati karena bentuknya telah menjadi planetary nebula, berupa gumpalan partikel bintang yang melingkupi inti Matahari yang masih menyala.
Inti Matahari yang tersisa akan terus mengecil dan menjadi bintang katai putih. Ukuran bintang ini hanya seukuran Bumi dan suhunya cukup dingin.
Tahap akhir evolusi Matahari akan menjadikan bintang katai putih memudar warnanya secara perlahan-lahan hingga menjadi bintang katai hitam.
Baik planetary nebula maupun bintang katai hitam ini akan menjadi bagian materi antarbintang yang akan menjadi bahan baku pembentukan bintang baru lain.
Proses hidup Matahari ini menunjukkan fase kehidupan bintang dan manusia sama: lahir, hidup dan tumbuh menjadi tua, hingga akhirnya mati. Semua tak ada yang abadi. 
(PHYSICS.UC.EDU/NEUTRINO.AQUAPHOENIX.COM/NASA.GOV/ASTRONOMY-EDUCATION.COM